Pro dan Kontra Pergantian Nama Bandara Lombok (BIL) -->

Header Menu

Pro dan Kontra Pergantian Nama Bandara Lombok (BIL)

Perubahan nama Bandara Internasional Lombok (BIL) menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (ZAM) menuai polemik di masyarakat. Perubahan nama ini tertuang dalam keputusan Kementerian Perhubungan RI. Banyak pihak mendukung, namun ada juga yang menolak. Di kalangan DPRD NTB, suara penolakan muncul. Pemkab Lombok Tengah juga beruara.” Pemerintah harus pertimbangkan kembali. Jangan ubah dulu, jangan sampai kita rugi,” ungkap pimpinan DPRD NTB Lalu Wirajaya kepada Radar Lombok, Kamis (6/9). 

Terkait dengan adanya nama lembaga DPRD Provinsi NTB yang disebut setuju perubahan nama, Wirajaya memberikan klarifikasi. DPRD tidak pernah mengeluarkan surat keputusan menyetujui perubahan nama bandara. Ini berawal dari usulan pergantian nama BIL oleh Fraksi PPP melalui Nurdin Ranggabarani. Tahun lalu, nama BIL diusulkan diganti menjadi yang ada saat ini. Bersamaan dengan itu ada juga usulan perubahan nama Pelabuhan Lembar menjadi Pelabuhan Laksamana Madya HL. Manambai Abdulkadir. Pimpinan DPRD menerima usulan tersebut dan menandatangani surat dukungan yang kemudian diteruskan ke Gubernur NTB.”Saya tegaskan itu surat dukungan, bukan surat keputusan DPRD,” terang politisi Gerindra ini. 
Pada dasarnya tambahnya, tidak ada masalah atas pergantian nama tersebut. Namun karena adanya penolakan dari masyarakat dan Pemkab Loteng, maka ini harus diselesaikan dengan baik.”Saya pribadi sarankan duduk bersama, hitung manfaat dan mudaratnya. Pemerintah pertimbangkan dulu terkait polemik yang ada,” katanya. 
Wirajaya tidak ingin ada konflik. Komunikasi yang baik seharusnya diutamakan. Semua pihak selayaknya menghindari masalah yang timbul. Apalagi saat ini NTB masih berduka akibat bencana gempa. Untuk bisa bangkit dari keterpurukan pascabencana, dibutuhkan persatuan dan kesatuan. Seluruh elemen harus bergandengan tangan memikirkan nasib daerah dan masyarakat kedepan. “Jangan berkonflik. Jangan hanya karena perubahan nama lalu kita perang di bawah,” harapnya. 
Penolakan dari masyarakat Loteng tidak bisa dianggap remeh. Mengingat bandara tersebut lokasinya berada di Lombok Tengah. “Ini lokasi di Loteng, harus diselesaikan dengan baik. Situasi pariwisata kita terpuruk akibat gempa, jangan ditambah lagi. Duduk bersama itu penting. Jangan diubah dulu namanya agar tidak menjadi masalah,” tutup Wirajaya. 
Anggota DPRD dari Partai Keadilan Sosial (PKS), Yeq Agil juga mendukung sikap Pemkab dan masyarakat Lombok Tengah. Mengingat, aspirasi tersebut disuarakan langsung dari wilayah yang menjadi lokasi bandara. 
Menurutnya, masyarakat tidak bisa diminta legowo atau menerima perubahan nama bandara begitu saja meski telah ada keputusan Menteri Perhubungan nomor 1421. “ Tidak bisa kita minta orang legowo, karena ini masalah perasaan dan sikap yang setiap orang berbeda-beda,” ungkapnya
Oleh karena itu lanjutnya, apabila rakyat dan pemerintah daerah Loteng tidak menghendaki perubahan nama, maka harus disikapi serius.”Mari kita lakukan langkah-langkah yang penuh kekeluargaan, prosedural dan menjaga kondusivitas masyarakat.  Yang ujung-ujungnya nanti adalah pencabutan Kepmenhub nomor 1421 itu,” ungkapnya. 
Diungkapkan, pro dan kontra, diskusi dan polemik masalah usulan nama bandara di Lombok sudah ada sejak tahun lalu. Saat itu baru dalam tahap usulan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB ke pemerintah pusat. “ Saat itu saya sebagai putra daerah Loteng termasuk yang kurang setuju bandara kita dengan nama ZAM. Karena saat itu saya berpikir bahwa nama bandara kita harus menjadi nama yang bisa diterima oleh semua pihak, menjadi ciri khas daerah yang dimiliki oleh Lombok pada khususnya dan NTB pada umumnya. Tidak terkesan menjadi ikon dan  milik kelompok tertentu,” jelasnya. 
Bagi Wirajaya, polemik perubahan nama bandara tidak konstruktif. Hal terpenting untuk bandara adalah pelayanan kepada penumpang lebih baik, lebih nyaman dan lebih aman.
Bandara harus bisa menjadi penopang dan pintu gerbang bagi peningkatan kunjungan wisatawan serta pertumbuhan ekonomi NTB. “ Memiliki dampak langsung yang positif bagi masyarakat sekitar bandara. Bisa menjadi ikon NTB ke depan. Itu yang lebih penting,” tandasnya.
Sementara itu Pemprov NTB dan pihak PT Angkasa Pura sama sekali tidak kooperatif. Kepala Dinas Perhubungan Lalu Bayu Windia lebih memilih bungkam. Begitu juga dengan General Manajer (GM) Angkasa Pura, I Gusti Ngurah Ardita. Perubahan nama bandara seharusnya terlebih dahulu dikomunikasikan hingga tuntas. Diperjelas apakah Pemprov pernah sosialisasi dan berkomunikasi dengan Pemkab Loteng dan masyarakat setempat, Bayu Windia juga enggan memberikan keterangan. 
 Sementara itu di Lombok Tengah Bupati HM. Suhaili FT merasa dizolimi atas penetapan nama baru bandara baru ini dan menyatakan siap melawan siapapun sebagai bentuk penolakan. Suhaili dengan tegas menyatakan tidak setuju atas pergantian nama itu karena selain mekanisme penentuan nama dilakukan sepihak, juga terkesan tendensius.
Baginya masyarakat Lombok Tengah dilecehkan karena tidak ada penghargaan sama sekali atas pengorbanan yang telah diberikan oleh masyarakaat Lombok Tengah terhadap keberadaan bandara. Mereka sudah merelakan tanah mereka menjadi lokasi bandara. “Saya dengan tegas menolak karena mekanisme yang dilakukan sepihak. Saya selaku warga Lombok Tengah merasa kecewa dan sangat dilecehkan. Kenapa tidak sebelumnya ngomong baik- baik caranya. Disamping itu sudah kita seminarkan untuk nama bandara dan kita sudah ikhlas untuk tidak ada pro kontra dengan nama bandara,” ungkap Suhaili, Kamis (6/9).
Lebih jauh disampaikan, sebelumnya ada kesepakatan bahwa nama bandara tidak tendensius terhadap satu golongan tertentu. Dengan nama Lombok yang berarti lurus baginya sudah mewakili seluruh masyarakat dan sampai saat ini sudah terkenal dimana-mana. “ Bahkan nama bandara saat ini tidak pernah ada koordinasi. Orang yang turun adalah pihak- pihak tertentu yang tendensius untuk kepentingan  kelompok tertentu makanya ini dipaksakan,” tambahnya.
Ia mempertanyakan rekomendasi dari DPRD maupun lembaga lain. Baginya siapapun itu bahkan kalau dewan bagimya hanya kalangan pimpinan yang melakukan tandatangan tanpa melalui proses sidang dewan. “Hanya ada unsur dari salah seorang anggota dewan terus dianggapnya itu dari masyarakat, terus tandatangan pimpinan tanpa melalui mekanisme,” kesalnya.
Untuk itu ia menegaskan sampai kapanpun akan tetap menolak. Ia bahkan siap melepaskan jabatan sebagai Bupati Lombok Tengah jika penundaan perubahan nama ini gagal.” Ini terkesan mendadak. Tidak bisa seperti itu. Pada saat orang berdarah- darah mendirikan bandara ini memang pernah ada orang- orang itu datang, dan satu- satunya bandara yang runway-nya dibangun dari hasil urunan anggaran dalam kondisi Lombok Tengah yang sangat miskin. Tapi karena ingin membangkitkan potensi pariwisata Loteng maka urunan Rp 40 miliar dari Loteng,” tegasnya. “Saya tidak ada kepentingan dan kalau dipaksakan begini ada tendensi politik. Tidak benar cara seperti ini. Kan bisa komunikasi meskipun lewat telpon,” tambahnya.
Salah seorang tokoh Lombok Tengah, H. Lalu Muhammad Putria menyatakan seharusnya masyarakat tidak menolak perubahan nama itu dengan catatan dilakukan dengan cara baik- baik. Hanya saja saat ini masyarakat merasa tidak pernah dilibatkan. Padahal sebelumnya masyarakat juga sudah pernah mengusulkan nama bandara. Bahkan ada sekitar sembilan nama yang diusulkan.
“ Masyarakat tidak pernah ada menolak untuk pergantian karena sampai saat ini ada sembilan usulan nama. Seperti Datu Tuan, Inan Dongak Langit, Bandara Lombok Baru, Datu Siladendeng dan lain sebagainya. Tetapi masyarakat menginginkan ada duduk bersama untuk menentukan nama.
Baginya, tidak mungkin semua usulan itu bisa diterima, namun  jika dilakukan dengan duduk bersama maka sudah tentu akan dipikirkan dampak positif dan dampak negatifnya. Yang paling netral namanya adalah Bandara Internasional Lombok (BIL). “ Kalau saat inilah yang membuat masyarakat terkejut. Apa urgensinya mau perubahan nama di situasi seperti ini yang masyarakat Lombok Tengah sedang berduka gempa yang berkepanjangan dan sebentar lagi ada pemilihan kepala desa,” tambahnya.
Wakil Bupati Lombok Tengah H. Lalu Fathul Bahri enggan memberikan komentar. Baginya hal itu sudah pasti akan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Untuk itu ia menunggu reaksi masyarakat. “ Nanti saya komentar karena saya melihat reaksi masyarakat dulu. Karena ini tidak bisa tidak akan ada gejolak. Pasti akan ada gejolak itu,”singkatnya