Terbongkar, Praktik Curang Jual Murah Paket Wisata ke Bali untuk Turis Tiongkok -->
Minggu, 6 April 2025

Header Menu

Terbongkar, Praktik Curang Jual Murah Paket Wisata ke Bali untuk Turis Tiongkok

DENPASAR - Setelah terungkapnya adanya permainan yang dilakukan toko-toko yang dimiliki oleh warga China di Bali dengan modus menjual murah paket wisata di Bali dan memaksa wisatawan untuk membeli barang di toko-toko mereka, akhirnya Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati memutuskan turun tangan.



Wagub Bali yang akrab disapa Cok Ace ini melakukan sidak langsung ke empat toko yang dikhususkan bagi warga Tiongkok yang sedang berlibur di Bali.



Dalam sidak ke 4 toko tersebut, Cok Ace menemukan beberapa kejanggalan yang dapat merusak citra pariwisata Bali.





“Pertama, terkait produk yang dijual semuanya berasal dari Tiongkok, namun dikesankan seperti produk Indonesia. Kedua, masalah tenaga kerja, ternyata banyak orang asing. Termasuk juga ada penggunaan gambar-gambar presiden dengan baju batik, hingga menggunakan stempel dengan lambang Garuda,” kata Cok Ace saat ditemui di Kantor Gubernur Bali, Kamis (18/10/2018).

Selain itu, kata dia, dirugikan adalah terkait pemasukan bagi negara karena secara pola pembayaran mereka menggunakan sistem Tiongkok, sehingga dikhawatirkan tidak ada devisa yang masuk ke Indonesia.




“Mereka mengaku menggunakan rupiah, namun pembayaran mereka ternyata pakai sistem Tiongkok kami sempat foto. Pakai Wechat, jadi tidak kena pajak dan tidak ada devisa masuk,” imbuhnya.

Berikutnya, pihaknya juga menemukan kejanggalan terkait dengan pola belanja wisatawan yang terkesan adanya pemaksaan.

Hal ini dilakukan untuk bisa mengembalikan subsidi yang travel-travel agen berikan kepada wisatawan yang masuk Bali dengan harga yang di bawah standar.

“Jadi kerugian bagi Bali, jelas merusak citra Bali. Merusak nama baik Bali, dengan pola seperti ini. Kemudian kita juga tidak dapat pajak dan lain-lain, termasuk penggunaan simbol dasar negara Burung Garuda menjadi stempel. Bali sangat dirugikan, bahkan Indonesia, negeri kita dirugikan,” tegas Cok Ace.

Sebelumnya, Sidak Wagub ini dilakukan tanpa diketahui oleh awak media.




Dalam sidak ini Cok Ace didampingi Karo Humas dan Protokol Pemprov Bali Dewa Mahendra, bersama Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Bali dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI).

“Kami melakukan sidak, untuk memastikan permainan-permainan itu ternyata bukan isu lagi. Memang benar dan faktanya memang ada,” ungkapnya.

Cok Ace mengatakan, pihaknya mendatangi empat toko yang ada di Jalan By Pass Gusti Ngurah Rai. Baginya keberadaan toko-toko tersebut tidak asing lagi, dan pola toko dengan beberapa induk perusahaan itu ada sekitar 10 di Bali.


“Kami datangi empat, induknya. Namanya jangan disebut dulu,” ucap Ketua PHRI Bali ini.

Cok Ace menyebutkan, memang benar toko-toko itu menjual barang-barang bukan produksi Bali. Misalnya kasur berbahan karet atau lateks dari China.

“Aneh juga kok di Bali jual lateks. Bali bukan penghasil karet. Dan semua barang-barang dari Tiongkok. Jadi ada kemungkinan permainan. Menjadi aneh orang Tiongkok kok beli barang Tiongkok setelah berwisata di Bali,” sebutnya.

Selanjutnya, pihaknya menemukan modus penjualannya.

Dari hasil temuan, wisatawan akan digiring masuk ke sebuah ruangan. Kemudian wisatawan diminta mencoba kasur tersebut.

“Saya pikir ini pegawai spa, tidur-tiduran di lateks. Ternyata semua barang Tiongkok yang dijual,” imbuhnya.

Berikutnya toko kedua yang dikunjungi adalah toko yang menjual sutra. Dengan cara yang sama, mereka digiring ke satu ruangan untuk mendapatkan penjelasanAnehnya, di sana ditemukan foto-foto Presiden Indonesia yang terpasang, seperti foto Presiden Jokowi, foto mantan Presiden SBY dengan mengenakan batik, namun batik yang digunakan adalah batik Indonesia.

Cok Ace mengatakan, trik itu digunakan untuk meyakinkan bahwa Presiden saja menggunakan kain seperti yang mereka jual.

“Tetapi (nyatanya) kain yang dijual juga didatangkan dari Tiongkok, seperti ingin mengelabuhi, dengan gambar-gambar presiden kita,” katanya.


Berikutnya Cok Ace mengunjungi toko obat-obatan.

Ketika tim masuk, obat-obatnya langsung digulung, kemudian cepat-cepat seperti mau kabur. Obat-obatan tersebut rata-rata berasal dari Tiongkok.

“Kalau memang tidak ada masalah, kenapa harus panik. Ini mengindikasikan ada sesuatu dalam toko-toko ini, ndak harus segitunya,” cetusnya.

Pekerjakan pegawai dari China

Terakhir, toko yang disambanginya adalah toko yang menjual kristal. Ternyata barang-barang yang dijual juga dari Tiongkok.

Ketika dia dan rombongan masuk, semua barang yang dipajang hendak disembunyikan, dilarikan, digulung dan dibungkus. Akhirnya satu pegawainya berhasil diambil.

“Megrudugan (panik) semua, satu berhasil diambil,” ujarnya




Cok Ace menjelaskan, jika diamati, sebagian besar pegawai di toko tersebut merupakan orang asli Tiongkok. Sehingga dirinya melihat indikasi banyak ada WNA dengan visa wisatawan justru bekerja di toko-toko milik orang Tiongkok.

Dengan kondisi ini, pihaknya segera mengambil langkah penegakan hukum untuk melakukan penindakan atas masalah ini dengan menggandeng semua pihak yang terkait, misalnya Imigrasi, polisi dan instansi lainnya.

Bahkan Cok Ace mengatakan, beberapa negara lain juga sedang mengalami masalah serbuan warga Negara Tiongkok seperti ini, misalnya di Thailand dan Vietnam.


Karo Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, Dewa Mahendra mengatakan ketika tim akan masuk ke toko sempat ada yang menghentikannya seperti mencoba menghalang-halanginya, namun akhirnya bisa diterobos.

Dugaan Ada Permainan

Ketua Komite Tiongkok DPP Asita Hery Sudiarto memastikan toko-toko ini tidak membolehkan wisatawan lain selain dari Tiongkok yang masuk ke toko karena memang diduga karena ada permainan di sana.

Sebelumnya, Ketua Bali Liang (Komite Tiongkok Asita Daerah Bali) Elsye Deliana, menjelaskan, saat ini memang wisatawan asal Tiongkok merupakan wisatawan asing dengan angka kunjungan tertinggi di Bali.

Namun ada praktik-praktik curang yang terkait Bali yang ‘dijual’ murah sudah menjadi masalah yang sangat mengkhawatirkan bagi Bali.

Ia menuturkan Bali awalnya ‘dijual’ dengan angka 999 RMB atau sekitar Rp 2 juta, kemudian turun menjadi 777 RMB sekitar Rp 1,5 juta, kemudian turun lagi menjadi 499 RMB atau sekitar Rp 1 juta dan terakhir 299 RMB atau sekitar Rp 600 ribu.

Dan terakhir sampai hanya Rp 200 ribu. Namun penerbangan sekitar 200 wisatawan itu dibatalkan oleh Pemerintah Shenzhen, karena dianggap harganya tidak sehat.

“Ini terjadi karena ada permainan besar dari penjual. Ada pengusaha dari Tiongkok juga yang membangun usaha art shop di Bali. Dengan jumlah yang sudah cukup banyak di Bali. Toko-toko ini yang menyubsidi wisatawan dengan biaya murah itu ke Bali. Namun mereka nantinya wajib masuk ke toko-toko itu," tuturnya.

"Mereka sudah seperti beli kepala, wisatawan itu wajib masuk toko itu. Seperti dipaksa belanja di sana. Mereka masuk, kemudian membeli barang- barang berbahan lateks, seperti kasur, sofa, bantal dan lainnya,” ujarnya.

Mereka berada di Bali selama lima hari empat malam. Selanjutnya, selama empat hari hanya masuk toko-toko milik orang Tiongkok.

Bahkan diduga pembayarannya juga dengan Wechat (aplikasi e-wallet di smartphone) dengan menggunakan barcode.


tribun bali


Loading