Kisah Emas Kuning dari Palestina-Buah Anggur -->

Header Menu

Kisah Emas Kuning dari Palestina-Buah Anggur


Anggur merupakan salah satu produk pertanian utama dari Palestina. Meski jenis buah ini populer di Eropa dan menjadi bahan pembuatan minuman, namun mengutip berbagai literatur yang ada, anggur lebih dulu dikembangkan di Timur Tengah sebelum dikembangkan di daratan Eropa. 

Asal mula buah tersebut berasal dari Armenia, namun telah dibudidayakan di Timur Tengah sejak 4000 SM. Pengolahan anggur jadi minuman sendiri, pertama kali dikembangkan di Mesir pada 2.500 SM. 
Pada rentang masa itulah, yakni antara 3300-1200 SM, masyarakat Palestina mulai mengenal dan membudidayakan anggur. Hingga kini, anggur menjadi salah satu produk buah unggulan para petani Palestina, hingga dijuluki Emas Kuning. 


Disebut demikian, karena kebanyakan anggur yang dibudidayakan petani Palestina, adalah jenis Dabouqi, Jandali, Zaini, Beirutti, Almarawi, yang berwarna kuning keemasan saat sudah matang dan siap dipanen. Julukan emas, selain mengacu pada warnanya yang kuning keemasan itu, juga karena menjadi salah satu komoditas yang berharga bagi para petani. 
Mengutip Biro Pusat Statistik Palestina, budidaya anggur mewakili 12 persen dari total produksi pertanian Palestina. Produski anggur menempati posisi kedua, setelah zaitun dalam hal kuantitas produksi.

Petani Palestina sudah menerapkan sistem pola tanam, yakni dengan mengombinasikan jenis anggur biji dan non-bij. Dengan begitu, hampir sepanjang tahun produksi anggur senantiasa ada, meskipun puncak masa panen ada di bulan Juli hingga September. 
Pembibitan anggur biji dilakukan di bulan Januari, sementara yang non-biji di musim semi antara bulan Mei dan Juni. Perbedaan masa pembibitan, membuat masa panen berlangsung panjang antara anggur biji dan non-biji. 


Sayangnya sebagai petani di negara terjajah, mereka sangat tergantung pada pasokan sarana produksi dari Israel. Mulai dari pengadaan bibit, pupuk, dan obat-obatan. 

“Kami tidak dapat membuat pupuk sendiri, bahkan sekedar kompos atau pupuk kandang.  Karena Israel mewajibkan petani Palestina untuk membeli dari mereka sesuai kesepakatan ekonomi,” kata Mansour Mahmoud Shamallakh, petani di Gaza. 
Itu pun, lanjut Mansour, kadang Israel sengaja mencegah masuknya pasokan pupuk tersebut ke Jalur Gaza. Akibatnya produktivitas hasil panen tak selalu dapat memuaskan petani. Jika sedang bagus, anggur biji bisa menghasilkan 1,1 ton buah dalam setahun. Sedangkan yang non-biji 2-3 ton.

Hasil panen sebanyak itu, diraihnya dari total lahan seluas 18 dunum atau sekitar 18.000 meter persegi (hampir 2 hektare). Dari hasil panen sebanyak itu, sangat sedikit yang bisa diolah jadi kismis, sirup anggur, atau makanan lainnya. Selebihnya langsung dijual agar tak cepat busuk, baik di pasar lokal atau diekspor ke luar negeri, tapi melalui agen Israel. 
Industri pengolahan sulit berkembang di Palestina. Antara lain karena sangat terbatasnya pasokan listrik. Lagi-lagi Israel yang jadi penentu pasokan setrum ke wilayah pendudukan mereka. Maksimal hanya 6 jam dalam sehari. 
Alhasil, anggur berjuluk emas kuning itu tak benar-benar bisa menjadi emas yang bernilai tinggi. Seperti juga para petani lain, nasib petani anggur banyak didikte oleh pemerintahan pendudukan Israel. sumber Kumparan